Untuk kejadian yang masih 'baru' terjadi puluhan sampai ratusan tahun yang lalu, para sejarahwan masih bisa berpatokan pada tulisan/jurnal yang ditulis oleh peradaban masa lalu, entah itu terukir di prasasti atau candi, tertulis di daun lontar, pelepah pohon, serat kayu, dinding gua, dsb.
Tapi gimana dengan pengetahuan kita tentang kehidupan pra-sejarah ketika manusia belum mampu "menyuarakan" keberadaannya berupa gambar atau tulisan? Dari mana sih para ilmuwan arkeologist, palentologist, dan ahli geologi bisa tau tentang kondisi dunia pada masa lampau sehingga kita tau bahwa jutaan tahun yang lalu itu ada dinosaurus, ada manusia purba, ada ikan hiu raksasa (megalodon), dlsb?
Seperti yang mungkin sebagian besar lo ketahui, sumber informasi utama bagi para ilmuwan untuk meraba kehidupan pada zaman pra-sejarah berasal dari fosil yang ditemukan. Fosil dalam arti adalah sisa-sisa atau jejak mahluk hidup dari masa lalu yang terawetkan secara alami memang bisa memberikan banyak informasi kepada kita yang hidup di jaman modern tentang kondisi kehidupan di masa lampau. Dari mulai kapan makhluk hidup yang terfosilisasi itu hidup, bagaimana bentuknya, cara kerja sistem tubuhnya, sampai kondisi lingkungan pada jaman makhluk itu hidup.
Eh tapi tunggu dulu nih... sebelum kita percaya gitu aja dengan omongan para ilmuwan itu. Pernah gak sih lo kepikiran darimana mereka (para ilmuwan) bisa mendapatkan informasi sebanyak dan sedetail itu hanya dengan menggali tulang-belulang? Gak usah jauh-jauh mikirin gimana bentuknya makhluk itu dan cara hidupnya dulu deh... coba kita telaah dulu pertanyaan yang lebih sederhana : Gimana caranya para ilmuwan tahu bahwa fosil yang ditemukan berasal dari ratusan, ribuan, atau bahkan jutaan tahun yang lalu?
Okay, pada kesempatan kali ini, gua akan membahas 2 pendekatan/metode yang dilakukan para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan:
"Darimana para ilmuwan tahu umur dari fosil yang ditemukan?"
Pendekatan ilmu seperti apa sih yang dilakukan para ilmuwan untuk mengetahui kejadian masa lampau? Apakah metode-metode yang dilakukan betul-betul bisa dipertanggung-jawabkan? Sejauh mana sih tingkat akurasi dari metode tersebut? Apakah proses cara kerja ilmuwan ini betul-betul dilakukan secara teliti, presisi, sehingga layak diakui oleh seluruh dunia?
Nah, pada tulisan kali ini gua akan
membahas 2 metode/pendekatan yang digunakan para ilmuwan untuk
mengetahui umur dari fosil, yaitu Radiocarbon Dating & Stratigrafi. Yuk kita langsung aja mulai pembahasannya!
1. Metode Radiometric Dating
Metode radiometric dating ini sangat umum dilakukan oleh ahli arkeolog, yang pada intinya adalah menghitung perbandingan unsur tertentu pada specimen fosil untuk kemudian dibandingkan dengan kandungan unsur yang sama pada atmosfir dengan prinsip waktu paruh peluruhan atom. Dari semua jenis radiometric dating ini, yang akan gua bahas adalah pendekatan unsur karbon atau lebih ngetren dengan istilah carbon dating atau C-14 dating. Metode ini dikembangkan oleh professor Kimia di Amrik bernama Willard Libby di akhir 1940an yang akhirnya menjadi metode standard bagi para arkeolog di seluruh dunia. Apa sih ide di balik metode ini?Ketika seorang ilmuwan menemukan fosil yang belum teridentifikasi, entah itu fosil hewan atau tumbuhan. Pertanyaan utama yang bikin penasaran adalah "Ini fosil umurnya udah berapa tahun? ratusan tahun, ribuan tahun, atau jutaan tahun?". Nah untuk menjawab pertanyaan ini, gua mau bahas sedikit tentang pelajaran dasar Kimia tentang konsep isotop.
Kalian inget kan, jenis dan sifat dasar unsur itu ditentukan sama jumlah proton di dalem inti atom. Kalau proton di atom ada satu, namanya Hidrogen. Kalau ada dua, namanya Helium. Dan seterusnya bisa kita liat di tabel periodik seperti ini:
Nah, coba kita liat salah satu unsur, yang paling simpel aja, Hidrogen. Hidrogen itu kan atom apapun yang punya satu proton. Tapi kan komponen atom kan ngga cuma proton. Ada neutron dan elektron. Nah, elektron dalam keadaan dasar jumlahnya pasti sama dengan proton, dan kalau berubah bakal membuat atom tersebut jadi ion.
Tapi masalahnya jumlah neutron itu berbeda-beda. Contohnya, H-1 (Hidrogen-1) punya satu proton dan nol neutron. H-2 punya satu proton satu neutron, dan H-3 punya satu proton dan dua neutron. H-1, H-2 dan H-3 adalah isotop dari Hidrogen. Nama kerennya H-2 disebut Deuterium dan H-3 disebut Tritium. Mereka sama-sama punya satu proton, tapi jumlah neutronnya berbeda.
Angka setelah nama unsur itu nunjukin jumlah proton dan neutron, yang bakal mempengaruhi beberapa sifat unsur itu. Sifat pertama yang berubah, adalah massa-nya, yang kedua adalah sifat radioaktivitas. Radioaktivitas atau peluruhan adalah reaksi yang terjadi pada inti atom itu sendiri karena sifat inti atom yang ngga stabil. Kita bisa liat di grafik di bawah, reaksi ini terjadi kalau perbandingan jumlah proton dan neutron ngga begitu seimbang.
Pada atom-atom radioaktif ini, terjadi peluruhan alias emisi partikel yang jenisnya tergantung sama jumlah proton dan neutronnya. Kalau protonnya lebih tinggi, biasanya yang dikeluarkan adalah partikel bermuatan positif seperti partikel alfa (α), positron (b+) atau proton (p). Sebaliknya, kalau neutronnya lebih tinggi, yang dikeluarkan adalah yang negatif (b-) atau netral (n). Jenis-jenis peluruhan ini ngga gue bahas menyeluruh di sini, tapi yang penting adalah konsep "waktu paruh" (half-life). Konsep "waktu paruh" inilah yang menjadi kunci para ilmuwan untuk mengungkap pertanyaan "berapa tahun umur fosil ini?". Wah, apaan tuh konsep waktu paruh?
Half-life atau waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan untuk sejumlah atom radioaktif meluruh setengahnya. Misalnya, Terbium-148 adalah atom radioaktif yang mengeluarkan partikel b+ dan menjadi Gadolinium-148, reaksi lengkapnya:
Waktu paruh dari Tb-148 adalah exactly satu jam. Apa artinya? Kalau kita punya 100 atom Tb-148 sekarang, satu jam lagi kita akan hanya punya setengahnya, alias 50 atom. Satu jam kemudian alias dua jam dari sekarang, sisanya tinggal 25 atom. Intinya, jumlah dari atom radioaktif akan berkurang setengah setiap satu satuan waktu paruh. Di bawah ini contoh animasi dari detik 0 sampai 4 kali waktu paruh, di mana jumlah partikel udah berkurang jadi (0.5)4 alias seperenambelasnya.
Nah konsep waktu paruh itulah yang kita aplikasikan pada karbon untuk mengetahui umur fosil. Kenapa karbon yang jadi tolak ukur? Soalnya gini, karbon sendiri punya 15 isotop, mulai dari C-8 sampe C-22. Kebanyakan dari isotop karbon ini sangat nggak stabil, alias waktu paruhnya cepet banget. Tapi, ada satu isotop yang lumayan panjang waktu paruhnya, yaitu C-14 dengan waktu paruh 5.730 tahun. C-14 ini terbentuk di atmosfer, dari N-14 yang bereaksi dengan cosmic ray atau radiasi dari luar tata surya.
Sementara itu, fosil yang jadi sampel kita biasanya berupa makhluk organik pada masa lampau, entah itu tanaman atau hewan. Tanaman menggunakan CO2 ini untuk proses fotosintesis, sehingga C-14 tadi masuk ke tanaman, dan juga ke hewan yang memakan tanaman, lalu hewan karnivora yang makan hewan herbivora. Karena semua makhluk hidup berhubungan langsung dengan atmosfer dalam siklus karbon, kadar C-14 di tubuh makhluk hidup akan hampir sama dengan yang di atmosfer, yaitu 10-12. Tapi, waktu makhluk itu mati, dia langsung terputus dari siklus karbon dengan atmosfer. Dari moment inilah kita bisa menghitung waktu yang dilewati fosil tersebut setelah mati berdasarkan perbandingan waktu paruh dari kadar karbon C-14 dengan kadar C-14 yang ada di atmosfer saat ini.
Ketika makhluk hidup mati, tanaman ngga berfotosintesis lagi, yang herbivor ngga makan tanaman berisi C-14 lagi, yang karnivor ngga makan hewan berisi C-14 lagi. Nah, C-14 yang tersisa di sisa tanaman atau hewan tersebut bakal mulai menghilang karena peluruhan tadi, dan kadar C-14 di sisa tersebut mulai berkurang. Konsep ini sebenernya lo pelajari di Fisika Radioaktif (kelas 12). Lo bisa lihat video di bawah ini untuk penurunan rumus waktu paruh ini:
Nah, seperti yang udah dijelasin di video di atas, berarti umur fosil bisa kita hitung dengan persamaan berikut ini:
- t = waktu yang udah lewat setelah organisme ini mati
- T = waktu paruh C-14, alias 5.730 tahun
- N0 = kadar C-14 atmosfer sekarang
- N(t) = kadar C-14 pada sampel
Untuk metode ini sebetulnya tidak selalu berpatokan pada karbon, ada banyak bahan kimia lain yang menjadi indikator karena unsur C-14 ini memiliki 'keterbatasan' tersendiri yaitu batas umur sampel fosil dan perubahan kadar C-14 di atmosfer yang kerap berubah karena ulah manusia. Pertama, umur fosil yang sudah amat sangat tua, menyebabkan kadar C-14 nya menjadi sangat kecil (makin banyak waktu yang dilewatin untuk meluruh), sehingga ada batasan umur fosil yang bisa dianalisa dengan memakai metode carbon dating ini. Biasanya, batas itu adalah 50.000 tahun, yang artinya fosil yang lebih tua dari 50.000 tahun akan kurang akurat kalau dianalisa pake carbon dating ini. Terkecuali dalam beberapa kasus khusus dimana sample yang ditemukan sangat istimewa kondisinya.
Kedua, kadar C-14 di atmosfer kadang berubah secara drastis dikarenakan pembakaran bahan bakar fosil (yang ngga ada C-14nya) yang mengurangi kadar C-14 di atmosfer, dan sebaliknya tes nuklir yang dilakukan beberapa negara bikin kadar C-14 atmosfer naik dua kali lipat antara 1950 sampai 1963. Maka dari itu, kadar C-14 atmosfir tahun 1950 selalu jadi patokan kadar C-14 ‘sekarang’, dan angkanya selalu jadi referensi dalam penghitungan.
Nah, terus gimana ceritanya untuk fosil yang lebih tua dari 50.000 tahun? Untuk specimen fosil yang lebih tua dari 50.000 tahun, para peneliti menggunakan jenis unsur radioaktif lain yang biasa dipake untuk mengukur umur fosil yang sangat tua, contohnya K-40 yang meluruh jadi Ar-40 dengan paruh waktu 1,25 milyar tahun. Karena paruh waktunya yang puanjang banget ini, biasanya metode K-Ar dating dipakai untuk batu dan mineral yang usia absolutnya antara 200.000 sampai 5.000.000 tahun. Sementara itu untuk specimen yang berumur di atas 5 juta tahun seperti fosil dinosaurus yang berumur > 65 juta tahun, digunakan metode fission track dating yang menganalisa kandungan uranium di mineral lapisan (strata) tanah tempat fosil tsb ditemukan.
2. Metode Stratigrafi
Stratigrafi ini cabang dalam geologi yang meneliti lapisan bumi, tepatnya lapisan batuan di lapisan terluar bumi alias kerak, dan terbentuknya lapisan-lapisan itu. Bidang ini pertama diteliti mendalam sama Nicolas Steno tahun 1669, yang bikin teori dasar agar para ilmuwan bisa menganalisa umur fosil berdasarkan letaknya di lapisan tanah yang berbeda. Nah, masing-masing lapisan itu disebut stratum, kalo banyak disebut strata. Coba deh liat contoh strata tanah di bawah:Setiap lapisan atau stratum ini terbentuk secara natural dan tebelnya bisa beberapa mili doang sampe setebel satu kilometer. Setiap lapisan ini represents satu pembentukan endapan tertentu yang kita bisa cari tau dari isi lapisan itu. Lapisan bisa terbentuk dari endapan sungai, lava letusan gunung berapi, rawa, pasir pantai, dan lain-lain.
Nah, pada prinsipnya ilmu stratigrafi ini memungkinkan para ilmuwan untuk memperkirakan waktu umur fosil dari lokasi lapisan tanah tempat fosil tersebut ditemukan. Di artikel ini, gue mau bahas 5 prinsip dasar dalam stratigrafi yang membantu arkeolog, paleontolog, dan sejarahwan untuk tau dari era kapan suatu fosil itu berasal.
1. Law of Superposition
Prinsip pertama dari metode stratigrafi adalah: makin rendah lapisan tanah tempat lokasi fosil ditemukan, berarti makin tua umurnya. Mungkin ini kedengerannya simpel banget, tapi emang pada dasarnya kalau keadaannya ngga diusik sesuatu, lapisan tanah yang di bawah pasti tertimbun oleh lapisan di atasnya. Terus menerus begitu hingga ribuan tahun dan membentuk strata atau lapisan tanah yang berlapis. Prinsip ini simpel banget untuk dipake kalo kita mau membandingkan apakah fosil A lebih tua apa lebih muda dari fosil B.Asumsinya, kalo bangkai hewan atau sisa tanaman mati kan kemungkinan besar diem aja di permukaan tanah, dan seiring dengan waktu lapisan tanah makin tertutupi oleh debu, tanah, air hujan, lapisan tanah yang terbawa aingin karena letusan gunuh berapi, dlsb. Pengecualian juga terjadi kalo ada aktivitas manusia atau manusia purba yang membuat struktur atau bangunan tertentu yang perlu menggali tanah. Kalo ada, bisa dianalisa pake yang namanya Harris Matrix. Sedikit banyak Matrix ini pake prinsip nomor 4 yang akan gue bahas di bawah.
2. Principle of Original Horizontality
Prinsip ini juga simpel idenya. Intinya, semua endapan yang bikin lapisan itu semua akan buat lapisan yang secara umum horizontal alias rata. Walaupun awalnya tanah itu ngga rata, karena ada gravitasi, erosi akan selalu nyebarin tanah supaya jadi rata. Tapi kenapa ada tanah yang naik turun kaya bukit dan jurang tanpa buatan manusia? Sebabnya adalah gaya yang lebih besar yang ada di lapisan yang lebih rendah, serta pergerakan di kerak bumi, alias teori plate tectonics. Pergerakan inilah yang bikin adanya lapisan yang ngga horizontal karena adanya force yang bikin tanah di daerah tertentu naik atau turun. Pengecualian ada di lapisan tertentu kaya pasir, yang bisa membentuk lapisan yang miring-miring.3. Principle of Lateral Continuity
Prinsip ini juga simpel. Intinya, semua endapan itu nyebar ke semua arah. Kalau ada lapisan tanah yang mirip tapi terpisah sama sesuatu, bisa diasumsi bahwa dulunya mereka nyambung. Kira-kira gambarnya kaya gini:4. Principle of Cross-cutting Relationships
Prinsip ini mengatakan kalo ada sesuatu yang bikin potongan di satu lapisan atau lebih, potongan itu lebih muda atau terjadi belakangan ketimbang lapisan yang terpotong. Misalnya ya, suatu hari kamu nemuin LEGO yang retak kaya gini:Kalian bisa simpulin bahwa kejadian retaknya itu (karena kebentur atau sesuatu yang lain) terjadi setelah LEGO itu disambung, karena hampir ngga mungkin bikin dua retakan di biji LEGO yang terpisah yang pas ditempel jadi nyambung kan? Pasti tadinya dibikin dulu kaya gini:
Baru deh somehow jadi retak. Prinsip yang sama berlaku di lapisan tanah, kalau ada potongan yang nembus lapisan tertentu, potongan itu terjadi setelah lapisan itu ada. Kuis kecil nih, liat deh gambar di bawah ini:
Pake prinsip-prinsip yang udah kita bahas, bisa ngga kalian tentuin urutan lapisan A sampe K, dari paling tua sampe paling muda?
5. Principle of Faunal Succession
Prinsip ini berhubungan sama makhluk hidup yang berkeliaran waktu lapisan tanah lagi terbentuk nih. Karena naturalnya bangkai tanaman atau hewan itu cuma tergeletak begitu aja di tanah, dia ikut masuk ke lapisan tanah yang lagi terbentuk saat dia mati. Dan karena umur fosil dari makhluk hidup A dan B yang hidup di jaman yang berbeda pasti bakal ditemukan di lapisan yang beda juga. Seperti prinsip nomer 1 tadi, makhluk hidup yang hidup di masa lebih deket ke sekarang fosilnya bakal ditemukan lebih deket ke atas (lebih muda).Di sini, konteks dan penjelasannya sangat berkaitan dengan ilmu biologi dan teori evolusi, sebagai contoh: para ilmuwan sekarang bisa mengambil kesimpulan bahwa burung (aves) yang sekarang memiliki sayap dan bisa terbang adalah hasil evolusi dari makhluk hidup sebelumnya yang belum bisa terbang, which is dinosaurus. Seiring waktu berlalu, fungsi sayap itu terbentuk secara sederhana, hingga menjadi semakin kompleks dan akhirnya bisa digunakan untuk terbang. Para ilmuwan mengambil kesimpulan ini dari serangkaian fosil menunjukkan proses evolusi burung dari dinosaurus. Di fosil yang ada di lapisan lebih bawah, ditemuin yang ada bulu kecil dan simpel. Lalu, yang lapisannya makin ke atas (makin muda) bulu yang ditemukan makin muda makin besar dan memungkinkan organisme berbulu itu terbang.
Selain dua metode radiometri dan stratigrafi yang udah gue bahas, ada beberapa metode lain misalnya dendrokronologi (penghitungan lingkar pohon), dan epigrafi (penelitian arti peninggalan tertulis dari segi bahasa), yang dipake selain untuk mengetahui umur suatu sampel, juga untuk crosscheck metode-metode lain. Biasanya untuk mencari tau umur suatu sample, dipake beberapa metode yang relevan lalu dibandingin hasilnya, dan harus konsisten supaya para ilmuwan mendapatkan kesimpulan yang akurat dan tidak bias oleh kesalahan perhitungan yang cuma fokus pada 1-2 metode.